Ruang Inspirasi

Jodoh, Takkan Kemana Tenang saja

12 comments
Jodoh ,takkan kemana tenang saja. Iya, nggak? Tidak sedikit orang yang berkata demikian perihal jodoh. Konon, sejauh apa pun jarak merintang, sesulit apa pun situasi dan kondisi, perihal jodoh kalau memang sudah takdirnya, tidak akan kemana. Jodoh, apa itu jodoh?

Kalau memang jodoh takkan kemana

Apa itu jodoh

Jodoh terdiri dari huruf satu vokal dan tiga huruf konsonan yang dirangkai menjadi satu kata. Menurut KBBI, jodoh memilik arti sesuatu yang cocok sehingga menjadi pasangan atau singkatnya pasangan, cocok, tepat. Itulah jodoh.

Jodoh adalah satu kata yang mungkin dinantikan oleh sebagian orang dan juga dihindari oleh bagaian yang lainnya. Pasalnya, kata ini bisa menjadi sangat horor saat usia sudah menginjak kepala dua atau tiga tapi masih sendiri atau belum berpasangan.

Saya pun dulu pernah mengalaminya. Berada di fase dengan pertanyaan "kapan ngundang?" "Kapan nyusul?" dan pertanyaan-pertanyaan sejenisnya. Mendapat pertanyaan tersebut, saya pun terkadang merasa risih. Tetapi tetap berusaha enjoy dan tidak terlalu memikirkannya. Karena saya sadar, sebagai makhluk sosial yang bertemu banyak manusia, harus siap dengan situasi dan kondisi apa pun. Termasuk saat diserang pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak bisa dijawab dengan pasti. Jadi, kalau teman-teman sedang berada di fase ini, cukup berikan senyuman terbaik dan ucapkan "mohon do'anya" kepada mereka.

Memang, Jodoh Takkan Kemana

Memang, jodoh takkan kemana. Jodoh itu unik bahkan terkadang konyol. Terkadang seseorang yang dikejar setengah mati bisa saja tetap menjauh pergi. Seseorang yang tidak pernah diharapkan justru dia yang datang meminang.

Sebenarnya jodoh itu sudah ditetapkan oleh yang Maha Kuasa, tetapi saya memahami bahwa konsep jodoh bisa saja seperti rezeki yang dalam perolehannya bisa diraih dengan berbagai cara yakni dijamin, di gantungkan yang mendapatkannya harus melalui ikhtiar, dan yang dijanjikan. Jodoh, meski sudah ditetapkan, tetap harus diikhtiarkan.

Memang seharusnya kita tidak perlu terlalu khawatir terhadap jodoh, pun jangan terlena. Jadi jodoh adalah rangkaian dari konsep rezeki seperti yang saya tuliskan sebelumnya, yakni sudah ditetapkan (dijamin) dan dijanjikan tetapi tetap butuh ikhtiar dalam mendapatkannya. Tidak hanya yakin ada dan diam begitu saja.

Dan memang, jodoh takkan kemana. Itulah yang ternyata saya alami. Jodoh saya tak kemana bahkan tidak kemana-mana. Karena jodoh saya adalah dia (teman masa kuliah) yang tetap tinggal di Bandung. Nggak kemana-mana.

Padahal, kami sudah berjarak ratusan kilo, tidak pernah berjumpa bahkan bertegur sapa melalui media. Namun, ketika Tuhan sudah berkehendak, selalu ada jalan untuk kami tetap bersatu dalam satu ikatan suci yakni pernikahan.

Bagi saya. Jodoh itu begitu lucu. Dia yang tidak pernah saya harapkan justru menjadi takdir saya. Singkat ceritanya begini. Saya dan suami sudah lost contact semenjak saya diwisuda tepatnya agustus 2015. Setelah wisuda, saya menjadi joobseeker ke sana ke mari. Mencoba menjadi seorang guru pendamping, guru TK, pegawai Bank, menjadi admin sampai akhirnya kembali lagi ke Bandung dengan pekerjaan sebagai konsultan pada bulan maret 2016.

Saat kembali lagi ke Bandung, dalam pikiran saya pun terlintas "mungkin tidak, bertemu dengannya (sekarang suami) lagi" tetapi hati berkata, "ah, nggak mungkin. Orang jaraknya jauh gini" . Namun, setelah beberapa bulan kemudian tepatnya juli 2016. Entah bagaimana caranya (saya pun lupa). Saya berkomunikasi kembali dengannya. Bahkan langsung pergi bersama ke Situ Cisanti yang terletak di Kabupaten Bandung. Tentu saja, pertemuan ini begitu canggung dan kaku.

Kami ke sana mengendarai kendaraan bermotor masing-masing ditemani kakaknya dan juga temannya. Padahal selepas wisuda, saya tidak pernah mengira dan mengharapkan bertemu lagi dengannya.

Saat pertemuan itu pun saya begitu kaget melihat perubahan dia yang berambut gondrong dan tetap tak kunjung menyelesaikan kuliahnya. Saat itu, saya merasa iba dan mungkin ada rasa sedikit bersalah kepadanya. Entah mengapa ada perasaan demikian. Di pertemuan itu pun kami tidak banyak bicara. Seperti orang asing yang baru berjumpa.

Setelah pertemuan itu, saya kira itu adalah pertemuan terakhir. Karena saya masih harus fokus terhadap yang lain. Masalah pernikahan, belum ada dalam prioritasku saat itu. Kehidupanku masih seputar bekerja dan aktif dibeberapa komunitas sosial.

Setiap tahun, saya memang terbiasa membantu komunitas untuk menjual produk-produk komunitas seperti kueh dan kalender. Saya bantu share poster dagangan komunitas melalui media sosial, seperti facebook dan instagram.

Saat itu, mungkin sekitar tahun 2018, saya baru berkomunikasi lagi dengannya melalui media sosial. Karena dia menghubungiku dengan dalih membeli kalender dan kueh komunitas yang saya jual. Namun, kami tidak bertemu, karena pesanan dia bukan saya yang mengantarkan. Tapi teman saya yang lain.

Waktu itu juga, saya bergabung dengan ibu-ibu, menjual berbagai macam tempat bekal makan dan botol minuman seperti tupperware. Dan entah kenapa dia bisa tahu dan memesan botol minum salah satu produk yang saya jual bersama ibu-ibu.

Karena itu adalah produk dagangan saya, otomatis saya yang antar. Kami berjumpa tetapi hanya sebatas penjual dan pembeli. Setelah saya berikan barang dan terima uangnya saya bergegas pergi meninggalkan dia.
Tahun 2019, saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan di Bandung dan pulang ke tanah kelahiran kemudian kembali menjadi seorang guru di salah satu sekolah swasta yang jaraknya puluhan meter saja dari rumah.

Sejak berada di rumah. Tentulah pertanyaan jodoh itu tidak pernah lepas. Bahkan hampir setiap hari dari orang yang berbeda-beda. Saat itu pun saya mulai berpasrah dan berserah pada-Nya. Hanya selalu meminta diberikan yang terbaik. Entah kapan dan siapa pun orangnya (belajar ikhlas terhadap takdir).

Dan ternyata, Allah menakdirkan saya menikah dengannya di masa pandemi. Tepat tanggal 18 Agustus 2020 kami resmi menikah dan menjadi suami istri.

Jika jodoh jalannya di mudahkan

Sebelum tanggal 18 itu terjadi. Ada beberapa kejadian sebelumnya. Di antaranya, saat itu saya sedang menunggu kepastian dari laki-laki lain yang datang silih berganti. Ya, mereka menyatakan keseriusan lewat pesan watshap dan media sosial lainnya. Kira-kira ada tiga laki-laki waktu itu.

Saat saya ceritakan ke keluarga, guru, bahkan teman menulis. Semuanya rata-rata memberikan saran. Suruh mereka datang ke rumah dan tentukan waktunya. Jika dia benar datang dengan waktu yang ditentukan oleh saya. Maka jangan ditolak. Begitu saran mereka. Saya pun manut saja. Meski terkadang saya berpikir "ini terkesan buru-buru" tapi ya, sudahlah.

Lalu, ada salah seorang teman pula memberi saran kepada saya tentang meminta maaf kepada orang-orang yang pernah disakiti oleh saya. Jujur saat diberikan saran ini saya bingung minta maaf ke siapa. Karena saya merasa, urusan dengan pertemanan yang toxic sudah selesai. Saya sudah meminta maaf ke mereka dan tidak ingin mengulangi kesalahan lagi.

Saat itu pula, dia (suami) tiba-tiba mengirim pesan melalui Whatsapp menanyakan perihal jualan. Dia ingin beli barang yang saya jual. Saat itu pula saya meminta maaf kepadanya. Takut kalau-kalau dia memang pernah tersakiti secara tidak langsung.

Kira-kira begini isi pesannya
Me : Punten, saya mau minta maaf ya, kalau selama ini banyak salah

Dia : Iya, maafkan saya juga. Dahulu suka nggak mau kalau diajak ke hal-hal yang baik seperti kajian
Me : Iya nggak apa-apa. Kalau di ajak nikah mau? (Sungguh, turun harkat derajat martabatku saat kirim pesan ini. Tapi ini adalah saran dari abang online yang saat itu sedang telpon. Katanya, bercanda saja. Saya harap dia tidak membalas. Eh tau-taunya dia membalas)

Dia : Mau.

Sesingkat itu jawabannya, hingga membuat saya speachless dan bingung. Saya pun segera meluruskan kalau ajakan menikah itu hanya sekedar gurauan. Saat itu saya lupa persisnya lanjutan dari chat tersebut. Tetapi yang jelas, saya ingin meluruskan dengan menelpon atau bertemu langsung supaya tidak adanya kesalahpahaman dan membuat dia sakit hati.

Sungguh saya syok, saat dia bilang. "Nanti saya yang ke Cirebon saja". Untuk meluruskan pembicaraan melalui pesan singkat itu. .

Dua hari kemudian, saya cukup kaget karena dia benar-benar datang dari Bandung ke Cirebon untuk bertemu saya. Sebuah langkah yang dilakukan oleh dia disaat saya berpikir tidak mungkin. 

Waktu itu kami berjumpa dan berbincang di Masjid Weru. Ya, saya sengaja tidak mengajaknya ke rumah karena ini hanya masalah meluruskan saja. Setelah berbicara panjang lebar yang intinya saya meluruskan tentang ajakan nikah jangan dianggap serius, saya pikir selesai dan kami sudah bisa berjalan menjalani kehidupan masing-masing tanpa ada rasa yang mengganjal atau lainnya.

Saat saya hendak pamit pulang, tiba-tiba dia minta ikut ke rumah (dalam hati, ini orang ngapain. Sudah diusir secara halus pun tetap keukeuh minta ikut ke rumah). Akhirnya kami pun ke rumah dengan naik angkot dan berjalan kaki.

Sesampainya di rumah. Saya meninggalkan dia seorang diri di ruang tamu. Tetapi kemudian ibu saya duduk di depan dan menemaninya mengobrol.

Sungguh saya tidak pernah mengira, dia seberani itu. Selepas dia pulang lagi ke Bandung, ibu menyampaikan kepada saya kalau dia meminta izin untuk serius menikahi saya.

Saya pun masih ingat betul waktu itu, gejolak hati yang tidak ingin menerima karena masih tidak yakin dan banyak faktor untuk menolak. Tetapi, Allah memudahkan jalannya. Saya pun mencoba menerimanya atas dasar berserah terhadap takdir-Nya. Hanya berjarak dua bulan sejak kedatangannya itu, kami pun menikah. Meski secara financial dia masih belum jelas pendapatannya. Tapi saya menghargai penuh atas keberanian dan keseriusannya. Masalah rezeki insyaAllah akan ada jalannya, asalkan mau berusaha.  

Ada satu ayat yang menjadi pegangan waktu itu. 
"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui."
(QS. An-Nur 24: Ayat 32)
Yah, begitulah jodoh. Memang takkan kemana, bukan?. Bukan yang diharapkan, tetapi insyaAllah jawaban. Yup, jawaban atas doa yang terpanjatkan. Dan saat ini, hanya rasa syukur yang saya panjatkan. Juga terima kasih kepada suami, yang sampai saat ini selalu sabar menghadapi sikap istrinya yang sangat moody-an ini. Semoga selalu dilimpahkan rasa cinta yang selalu tumbuh agar sakinah terus ada dan mencapai mawaddah juga rahmah. Aamiin 
Maftuha
Seorang istri dari laki-laki bernama Muhidin Sidiq yang saat ini aktif dalam dunia tulis menulis. Menerima job content writer lepas, sudah menerbitkan buku berjudul "Dia yang Pergi" dan "This is My Way" juga belasan antologi lainnya. Penyuka buku motivasi juga psikologi yang hobi nongkrong di tempat makan untuk merefreshkan pikiran.

Related Posts

12 comments

  1. Hah akhirnya berjodoh juga, happily ever after yaa. Senang bacanya lho.
    Seinget aku juga kalau Ada 3 hal yang tidak boleh dijadikan candaan yaitu jodoh, cerai dan maut (kayaknya ya lupa).

    Salut lho sama keberanian suamn ya, Ini dasar si Cew kagak peka sih orang udah pedekate segitunya malah dicuekin woii.. Gemeshh aku tuh hahaha.

    Btw, kalau iseng2 tanya mbak Barang-barang yang di pesan dulu, beneran butuh apa cuma biar ada komunikasi aja. Jawabannya bisa ngagetin nggak ya hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener mbak. Itu nggak boleh bercandaan terkait menikah tapi kalau sampai praktek gtu kalau yang pernah aku baca. Jatuhnya malah dah beneran. Sama kaya hilang cerai gitu. Satu laginya aku juga lupa aapn yang gk boleh buat becandaan. Hihi

      Btw, setelah dikonfirmasi ternyata, dia beli barang hanya alibi biar ketemu katanya wkwkwk

      Delete
    2. Nah Kan kaann... Sudah kuduga wkwkwk. Sabar bets doi nunggu bertahun-tahun. It's real jodoh.

      Delete
  2. Tuh kaaaan aneh banget gak sih, jodoh itu? Kita nggak ngarep (bahkan sebenernya pingin nolak) tapi kok lancar banget jalannyaaa. No wacana, langsung dateng ke ortu, bilang mau nikah. Kan jadi sungkan beneran mau nolak hahaha

    Emang kalau udah jodoh, pasti dilancarkan jalannya ya. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yaaa

    ReplyDelete
  3. Kalau dengar cerita seperti ini kayak lucu dan selalu ada surprisenya ya.. dari cerita seperti itu terasa deh Kuasa Allah yang menjadikan apa yang memang Allah kehendaki

    ReplyDelete
  4. Kayak lagu ya, jodoh tak ke mana. Jalannya orang memang beragam dan unik-unik. Teman saya juga punya kisah ketemu jodoh malah pas ngajar di pedalaman hutan.

    ReplyDelete
  5. Memang masalah jodoh seakan misteri bagi yang sedang mencarinya. Mungkin mikirnya "kok ga dari kemarin ya ketemunya nih jodoh. Tapi begitulah cara Allah mempertemukan.

    ReplyDelete
  6. Betull banget jodoh itu rahasia Allah, saya dan suami tmn sekelas SMA pas di kelas 3. Eeeeh berjodoh setelah kerja pdhl di SMaa biasaa banget

    ReplyDelete
  7. Ya ampuuunnn proposalnya lucu banget mbaakkk hahaha. Semoga bahagia selalu ya kaliaaann!

    ReplyDelete
  8. Seru banget hahaha tapi Allah yang menggerakkan candaan itu sih. Hingga ada di titik tiba-tiba diseriusin. Masha Allah Tabarakallah. Jodoh emang nggak kemana. Pikiran kita yang kemana-mana ;) langgeng yes!

    ReplyDelete
  9. pokok, bila menempuhkan dg cara lillah, segala keraguan bakal ditepis dg ketetapannya ya mbak, ternyata semua orang mengalami fase ini, buat para jomblowan jomblowati wajib baca ini

    ReplyDelete
  10. Mbaaaa...lucu bgt sih ceritanya yg waktu chat itu..
    Emang ya klo jodoh ada aja jalannya, jodoh till jannah yaaa, aamiin

    ReplyDelete

Post a Comment